BBM Ramah Lingkungan untuk Langit Indonesia nan Biru

Belum lama SPBU dekat rumahku dibuka. Awalnya aku selalu antre di bagian premium. Tau dong alasannya, murah! Dan karena SPBU-nya juga baru, jadi antrean gak panjang. Begitu masuk, tau-tau sudah selesai aja.

Tapi akhir-akhir ini aku nyaris gak pernah mengisi dua motorku dengan premium, sebab antrean di bagian itu ramai bukan main. Dari mobil mulus sampai yang “wajar” dikasih premium, memenuhi antrean pada dispenser BBM paling ujung itu. Apalagi kalau truk sudah berdatangan, antrean solar dan premium bisa sampai ke jalan raya!

Bagian tengah yang tak terlalu ramai adalah antrean pertalite, aku pilih ini saja. Atau kadang dengan pedenya berhenti di depan dispenser pertamax, walau ngisinya cuma 20 ribu. Haha! Tapi kalau diingat-ingat, sebenarnya mengisi 20 ribu pertamax dengan 20 ribu premium, waktunya habisnya sama loh! Atau hanya perasaanku aja?

program langit biru pertamina

Permasalahan Lingkungan di Indonesia

Ternyata keenggananku antre lama punya hikmah yang bagus. Asli aku baru tau kalau menggunakan pertalite, apalagi pertamax, itu membantu mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Bahwa pertamax lebih “sehat” untuk kendaraan, aku sudah tau. Tapi efeknya untuk udara, benar-benar baru tau setelah mengikut media gathering dan webinar yang diadakan KBR (kantor berita radio).

Menurut laporan lembaga pemantau kualitas udara, IQAir, sepanjang 2020 Indonesia berada di urutan ke-9 sebagai negara dengan kualitas udara terburuk. Artinya, negara kita yang tercinta ini menjadi salah satu penyumbang besar perubahan iklim ekstrem dan kerusakan lingkungan lainnya. 

Ini kita belum ngomong soal karhutla, emisi industri, sumber daya alam Indonesia yang tereksploitasi gila-gilaan, dan berbagai kekacauan yang berimbas pada alam lainnya loh! Sementara menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, 75% sumber pencemar udara adalah transportasi darat.

Kalau di 2020 saja, yang notabene pergerakan manusia lebih dibatasi karena pandemi, apalagi tahun-tahun sebelumnya ya, Gengs. Wajarlah kalau banyak pihak yang menganggap kehadiran covid-19 ada baiknya untuk mengistirahatkan Bumi sebentar. 

Di antara alat transportasi penyumbang pencemaran tersebut, sepeda motor dituding sebagai biang, terutama yang menggunakan BBM premium. Gimana nggak paling banyak, pengguna motor kan memang jauh lebih banyak ketimbang mobil.

Premium menyumbang CO (karbon monoksida) dan HC (hidrokarbon) jauh lebih besar dibanding BBM jenis lain. Menurut sebuah jurnal, yang paling ramah lingkungan adalah pertamax turbo. Tapi harganya …. 

Program Langit Biru

program bbm ramah lingkungan

Pertamina sebagai perusahaan negara yang mengelola BBM, jelas mengetahui permasalahan emisi produk mereka. Karena itulah kemudian digagas sebuah program yang diupayakan dapat meminimalisir dampak lingkungan akibat penggunaan BBM.

Bentuk konkretnya, Pertamina memberi harga khusus untuk BBM berkualitas, agar pengendara mendapatkan pengalaman menggunakan BBM yang lebih baik, dan membuktikan sendiri bagaimana performa mesin kendaraan mereka.

Program yang diberi nama Langit Biru ini sudah berjalan sejak November 2020. Pertanyaannya, seberapa efektifkah program tsb? Barangkali itu jugalah yang ada di benak banyak orang, sehingga perlu diadakan diskusi publik untuk mendapatkan info dan masukan secara terbuka, demi mewujudkan langit Indonesia nan biru.

Diskusi Publik "Mendorong Penggunaan BBM Ramah Lingkungan Guna Mewujudkan Program Langit Biru"

Setelah media gathering pada 24 Maret 2021, sehari berikutnya diadakan webinar dan dialog publik bertajuk “Mendorong Penggunaan BBM Ramah lingkungan Guna Mewujudkan Program Langit Biru”.

Acara sepanjang empat jam ini diadakan oleh KBR bekerja sama dengan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). Menurut deskripsi di kanal Youtube-nya, KBR adalah penyedia konten berita berbasis jurnalisme independen yang berdiri sejak 1999.

Diskusi publik tsb dihadiri berbagai pihak dari berbagai lembaga. Saking ramainya, aku tidak bisa menuliskan semuanya. Ada yang dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pertamina, Walhi, pers, mahasiswa, sampai selebritas dan influencer.

Untuk webinar kali ini, peserta yang berkesempatan hadir adalah mereka yang berlokasi di Jambi, NTT, Kalimantan Selatan, dan Gorontalo.

diskusi publik kbr ylki

Di awal, para pemangku kebijakan memaparkan informasi terkait program instansi yang mereka wakili, ditambahkan dengan info kondisi lingkungan di daerah masing-masing. Baru kemudian peserta di luar pemerintahan menyampaikan pendapat dan keluhan, termasuk para narablog.

Empat jam tidak terasa lama karena diskusi ini asli seru banget. Para peserta tanpa tedeng aling-aling menyebutkan bagaimana di tempat mereka premium masih menjadi primadona. Berbagai masukan pun disampaikan, termasuk protes pada kebijakan pemerintah yang terkesan kurang tegas dan cenderung inkonsisten.

Yup, pemerintah meminta masyarakat beralih ke BBM berkualitas, seharusnya pemerintah pun bertanggung jawab memastikan masyarakat punya daya beli yang kuat. Karena niat saja tidak cukup kan?

Begitu pun sebaliknya. Masyarakat tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan pemerintah, sementara tidak ada tekad yang kuat untuk berpartisipasi menjaga lingkungan. Yang dibutuhkan adalah sinergi dan kesadaran yang berkesinambungan.

Masalahnya kita ini sering hangat di awal lalu hambar kemudian. Idenya bagus, pelaksanaannya kurang meyakinkan. Ya sudahlah, dimulai dari diri sendiri saja dulu. Minimal gunakan pertalite untuk kendaraanmu, lebih bagus lagi pakai pertamax turbo. 

Kabar baiknya, meski menggunakan pertamax terkesan mahal, tapi BBM jenis ini tak hanya ramah lingkungan, namun juga ramah untuk mesin kendaraan. Sehingga sepeda motor atau mobil jadi lebih awet, dan hemat servis. Dibanding menggunakan BBM berkualitas rendah yang terkesan hemat, padahal rugi di belakang hari.

Oh ya, kamu bisa ikut menyimak webinar yang kuceritakan tadi di sini! Jangan lupa untuk juga berpartisipasi mewujudkan udara yang bersih. Hal baik yang kita lakukan, pasti berbalik ke kita lagi kok. Jadi gak usah tunggu orang lain, gak usah nunjuk orang lain. Oke!

No comments