4 Fakta Ngenes Muslim Indonesia

Fakta Muslim Indonesia
harianterbit.com

Ada yang bilang, Islam adalah agama termuda di Indonesia, datang belakangan setelah agama-agama lain di dunia. Tapi ada pula sumber lain yang menyebutkan bahwa Islam sudah sampai di Nusantara bahkan sejak Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam masih hidup.

Kamu percaya yang mana?

Yang wajib kita percaya adalah Islam itu agama yang akan sampai risalahnya hingga ke seluruh dunia. Kapan muncul di Indonesia, sebelum Nabi wafat atau setelah ganti presiden, tidak berpengaruh apa pun pada keyakinan kita terhadap kebenaran Islam.

Meski Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, bukan berarti umat Islam di negara ini benar-benar bersikap atau diperlakukan layaknya kelompok yang besar (mayoritas). Justru sebaliknya, banyak fakta ngenes yang memang harus kita jalani. Suka atau terpaksa.

Kalau kamu baca list di bawah ini dan bandingkan dengan kenyataan di sekitarmu, apakah kamu setuju? Atau punya pendapat lain? Jangan lupa tinggalkan komentar, ya!

Jumlah Umat Islam Menurun

Iya, kita memang masih mayoritas. Tapi secara persentase, dari keseluruhan penduduk Indonesia, kita tidak lagi berada di angka 90-an% seperti yang pernah terjadi di tahun 1980-an. Tahun 2010, menurut ketua MUI saat itu, jumlah muslim di Indonesia hanya 85,1%.

Kenapa itu terjadi? Ada banyak faktor, di antaranya jumlah anak dari pasangan muslim yang sedikit, permurtadan, dll.

Sedikitnya jumlah anak bisa karena program KB dari pemerintah, keinginan pasangan itu sendiri, atau faktor lain seperti kurang subur, menikah di usia kelewat matang, penyakit, dsb.

Sedangkan pemurtadan menjadi subur karena lemahnya iman disebabkan faktor ekonomi, pernikahan, dll. Sebagian kecil merasa mendapat “hidayah” lewat mimpi.

Meski ngenes, kita tak perlu khawatir dengan jumlah ini. Sebab di Indonesia orang-orang Islam murtad karena mimpi dan mi instan, di luar sana orang-orang kafir menjadi mualaf lewat pemikiran dan penemuan. Anggap saja seleksi.

Menurut Pusat Penelitian Pew di Washington DC, jumlah umat Islam dunia akan meningkat 70% pada 2060. Di Eropa, Islam adalah agama dengan perkembangan yang paling cepat.

Kurang Peduli

Menurutmu, mana yang paling militan; muslim Arab, muslim Palestina, atau muslim Prancis?

Aku punya pendapat sendiri. Bebas ya, mau setuju atau enggak. Muslim Palestina adalah yang paling militan, disusul Prancis, dan Arab pada posisi terakhir. Alasannya, tekanan.

Palestina, terutama Gaza, berada pada kondisi perang. Hal ini menyebabkan mereka lebih bersemangat dalam hal beramal (ibadah dan perjuangan), karena maut terasa dekat. Prancis, meski tidak perang, tapi Islam adalah agama minoritas di sana, bahkan di Eropa. Perlu aksi nyata untuk memperjuangkan keyakinan di antara orang-orang yang tidak sepemikiran dengan kita.

Arab? Tak perlu perjuangan untuk menutup aurat di tempat ini. Malah kaum feminis yang bekerja keras di sana. Jadi, muslim dan muslimah Arab adalah makhluk Tuhan paling santuy.

Faktor Indonesia sebagai negara dengan jumlah muslim terbanyak, menjadikan kita lalai. Padahal hukum di Indonesia tidak berdasarkan agama, sebagaimana Arab. Malah kalau mau diakui, mualaf di negeri ini jauh lebih religius daripada kita yang “kebetulan” lahir sebagai muslim.

Alhasil, kita mengaku muslim tapi meninggalkan cara Islam dari aktivitas sehari-hari sampai ke hal-hal besar. Siapa yang masih minum tangan kiri? Yang masuk rumah tanpa salam? Yang pipis berdiri?

Di antara rekening bank milikmu, ada yang syariah?

Waktu Pemilu pilih partai apa?

Keluhan orang ketika menggunakan sistem syariah (bank, asuransi, dll) adalah faktor tarif yang umumnya memang lebih mahal. Aku pun pernah mengalami dan kecewa berat ketika mencari tahu dan mendapat jawaban, “Namanya juga syariah, ya mahal.”

Itulah jawaban terbodoh yang pernah kudapat dari seorang agen. Seharusnya dia menjelaskan bahwa syariah lebih mahal karena kita harus membayar lebih untuk beberapa ketentuan yang tidak terpenuhi, karena terbatasnya pengguna sistem syariah itu.

Alhasil ketika kita meninggalkan yang versi syariah, maka makin tak tercukupilah persyaratan tersebut. Padahal orang Islamnya banyak, tapi lembaga ekonomi Islam yang kuat tidak ada.

Sayang aku tidak menyimpan halaman penjelasan yang pernah kudapat, jauh lebih ilmiah ketimbang “mahal karena label”, yang justru membuat kaum kapitalis turut bermain di wilayah ini, dan memanfaatkan kaum muslimin yang tak paham.

Solusi gampangnya, pilih yang syariah tapi menginduk ke lembaga Islam atau minimal milik pemerintah. Biar gak dikadalin kapitalis bertopeng islami. Mereka ini yang lebih cocok disebut manipulator agama, daripada kasus mengada-ada yang kerap diembuskan untuk mengalihkan kasus yang lebih besar.

Dalam hal politik, aku juga tidak mengajak ke partai ini itu. Yang penting, pilihlah partai Islam dengan niat karena Allah. Kita tidak pernah tahu pasti mana yang betul-betul berpolitikk karena Allah, jadi serahkan saja kepada-Nya.

Golput? Sudah gak zaman! Ibarat pengin punya Ketua RT yang baik, pas pemilihan malah jalan-jalan sekeluarga. Sementara yang hobi mabuk, judi, dan joget-joget, semangat ikut pemilihan lalu memilih yang setipe dengan mereka.

Terpecah Belah

Inilah penyakit yang sejak Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam wafat, telah menggerogoti kita dan efektif menghancurkan kaum muslimin. Padahal ketika beliau datang ke Madinah, yang beliau lakukan adalah mempersaudarakan orang-orang Madinah dengan orang Mekah.

Beliau juga menyatukan Kaum Aus dan Khazraj yang semula saling bermusuhan turun temurun. Konyolnya, kita tak mampu mengambil hikmah betapa pentingnya persatuan, sedangkan musuh-musuh Islam bisa menyimpulkan, adu domba adalah cara jitu menghancurkan orang Islam.

Contohnya banyak, dari Perang Shiffin, Perang Jamal, Perang Salib, bahkan politik devide et impera yang dulu kita pelajari di sekolah, merupakan cara terbaik bagi Belanda untuk terus menguasai Hindia Belanda.

Baca juga >> Siapa Saja Mahram Kita?

Cara yang sama digunakan oleh para penjajah modern untuk menguasai mayoritas. Sebab kalau yang banyak itu bersatu, habislah mereka.

Jadi para penjahat yang sedikit tapi licik ini, menyusupkan satu dua tokoh ke dalam kelompok Islam tertentu. Ia akan ditokohkan, dipuja-puja, lalu dianggap tak pernah salah.

Ketika ia keliru, atas nama kelompok, ada ribuan orang yang akan berdiri membelanya. Kita tak lagi membela seseorang karena agama, tapi karena kesamaan AD/ART. Ukuran kita tak lagi Al-Qur’an dan sunnah, tapi tempat kumpul dan kartu anggota.

Menganggap hanya kelompok/bangsanya yang terbaik itu sikap Yahudi. Menganggap dirinya lebih baik dari orang lain, itu sifat Iblis. Mana yang lebih keren?

Tidak Percaya Diri

Disebabkan stigmatisasi oleh kaum kafir dan munafik, umat Islam Indonesia seperti kehilangan identitas. Ada yang mau pakai celana cingkrang, takut dicap teroris. Ada anak yang mau menumbuhkan jenggot, orang tuanya keberatan.

Anak gak pacaran orang tua cemas, anak perempuan pengin pakai jilbab, orang tua ragu. Ikut pengajian dilarang, gara-gara rohis dianggap radikal. Dst dsb. Fakta kan?

Kalau orang-orang yang mengatakan jilbab tidak wajib, zina itu halal, jenggot itu tanda kebodohan, dihadapkan di depan kita, akan terlihat bahwa tampilan mereka pun islami. Yang tidak berpakaian islami, tutur katanya lembut. Serbailmiah, logikanya (seolah) dapet. Membuat kita terpesona dan gamang dengan hal-hal mendasar yang tadinya sudah kita yakini.

Ketidakpedean kita ini, membuat mereka yang membenci Islam semakin merasa gagah. Dan kita sendiri perlahan merasa tidak ada yang salah dengan semua ini. Berulang kali terjadi pelecehan terhadap Islam di Indonesia. Jangankan membela, yang mengaku muslim pun kadang justru membela penghina agamanya.

Efek dari 4 hal di atas, umat Islam Indonesia tidak berdaya. Persis seperti yang pernah disebutkan Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam,
Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud).

Satu-satunya hal positif yang bisa kita ambil adalah, Nabi Muhammad memang benar-benar seorang nabi. Nyatanya ucapan beliau belasan abad lalu terbukti benar. Kalau cuma manusia biasa, mana mungkin sekian banyak ucapannya terjadi semua?

Alangkah ngenesnya kita. Sudah dikasih tahu, dikabari jauh-jauh hari, tapi gak ngerti-ngerti. Untungnya yang ngenes itu muslim, bukan Islam-nya.

Islam dijamin akan selalu ada, pasti dimenangkan. Yang gak dijamin itu, kita matinya sebagai muslim atau bukan? Astaghfirullah!

4 comments

  1. Betul banget ya .Muslim Indonesia, walau mayoritas, tapi seakan jadi bulan-bulanan.

    Kekuatan politik lemah, ekonomi lemah. Ditambah lagi, kaum liberalis semakin gagah.

    Sedih....

    ReplyDelete
  2. Nah poin terakhir ini yang aku pribadi bisa relate banget. Sbg muslim kita seharusnya bangga dengan identitas kita. Di seluruh lini kehidupan kita seharusnya bisa membawa nama Islam agar di mata dunia Islam semakin berjaya.

    ReplyDelete
  3. Sedih dengan kondisi kita, umat muslim di Indonesia saat ini, penyakit Wahn itu benar-benar sudah mewabah. Semoga kebangkitan Islam yang dijanjikan bisa terwujud di negeri ini

    ReplyDelete
  4. Banyak yang harus dibenahi di negeri ini. Salah satunya mulai dari anak-anak muda. Dulu, setiap subuh dan magrib anak-anak muda berangkat ke masjid-masjid untuk sholat dan mengaji. Malu untuk sekedar nongkrong di pos ronda atau di pinggir jalan. Sekarang malah kebalikannya. Anak-anak muda kita seperti tidak ada ghirah sama sekali.

    ReplyDelete