Sekarang semua semakin pendek. Selain instan, orang-orang suka yang ringkas. Semua gara-gara video pendeknya Tiktok!
Fenomena ini bahkan masuk ke wilayah sastra. Cerpen yang merupakan akronim dari cerita pendek, kini harus berhadapan dengan fiksi mini yang gak lagi mini karena sudah bisa sampai 300 kata.
Cerpen Vs Fiksi Mini
Memang, di dunia menulis kreatif—sependek pengetahuanku, tidak ada aturan yang betul-betul baku kecuali perkara ejaan. Semuanya fleksibel selagi memenuhi unsur kreativitas dalam mengolah kata.
Dulu, yang aku tau fiksi mini itu hanya dalam hitungan karakter, kira-kira 140 huruf. Lengkapnya bisa kamu baca di sini.
Tapi sekarang, beberapa platform mengajak penulis membuat karya fiksi mini hingga 300 kata. Dari pengalamanku menulis dan menikmati karya sastra, rasanya sih membaca fiksi mini 300 kata lebih mirip baca cerpen singkat ketimbang fiksi mini.
Tapi ya udahlah ya. Zamannya memang begitu, ikuti saja.
Ciri Fiksi Mini “Terbaru”
Kalau sebelumnya fiksi mini hanya berisi satu dua kalimat. Atau sepanjang-panjangnya satu paragraf saja, kini lewat “pembaruan” fiksi mini, karya cebol ini bisa kita tulis hingga sekian alinea.
Berdasarkan informasi yang kudapat dalam sebuah kelas menulis, karya kita harus memenuhi syarat berikut ini untuk disebut fiksi mini atau dianggap fiksi mini yang menarik:
- Cerita berada pada satu latar tempat dan satu latar waktu.
- Ending berisi kejutan.
Itu sih yang kuingat. Sisanya malas buka-buka lagi, karena jujur saja, karya yang dimuat dari kelas itu banyak yang tidak menarik, termasuk karya narsumnya. Bahkan ada yang aku yakini dibuat dengan AI.
Perkara menarik atau tidaknya, itu urusan selera, ya. Sangat subjektif. Mungkin yang menurutku gak bagus, bagi orang lain sangat menarik. Yang menurutku garing, standar, kata orang plot twist banget.
Contoh Fiksi Mini 300 Kata
Nah, balik ke masalah selera. Ini salah satu fiksi mini yang pernah kutulis dan dimuat di sebuah buku antologi. Bagus nggaknya tergantung selera pembaca. Yang jelas bilang karya ini bagus ya cuma aku, penulisnya.
Moge
Karya Syarifah Lestari
Kulihat pada wajahnya, tapi tak berkata apa-apa.
“Tolong antar saya ke kosan, saya diikuti orang asing!”
Kulihat sekeliling, tidak ada yang mencurigakan.
“Saya nggak bohong, Mas. Dia sekarang ada di posisi jam tiga,” bisiknya lebih pelan lagi.
Pelan-pelan aku menoleh ke kanan. Terlalu banyak orang, tidak ada yang nampak ganjil. Tapi aku tahu—bahkan yakin—perempuan ini sedang menjalankan modus dari komplotan perampok, atau setidaknya pemeras.
Perempuan cantik berpakaian setengah terbuka, datang pada laki-laki yang sendirian di area terbuka sebuah kafe, minta diantar ke kosan. Haha, aku tidak selugu itu. Nanti tiba di tempat kosnya, perempuan ini akan berteriak seolah aku hendak berbuat mesum padanya, lalu gerombolannya akan datang untuk menghajarku. Mereka mungkin melakukan pemerasan dengan ancaman tertentu, atau langsung merampok apa yang kupunya saat ini.
“Bisa kan, Mas?” perempuan itu menunjukkan ekspresi memohon.
Kunyalakan kamera di kancing baju. “Di mana kosannya?” mengikuti permainannya.
“Gak jauh dari sini, ke arah sana.” Ia menunjuk dengan dagu.
“Kalau gak jauh, kita jalan kaki saja.”
“Mobilnya?”
“Kok kamu tahu saya pakai mobil?”
“Ini!” ia menujuk kunci mobil di meja, lagi-lagi menggunakan dagu.
“Hitung-hitung olahraga, ayo kita jalan!” Aku berdiri.
“Saya minta tolong Mas karena tahu Mas pakai mobil, kalau jalan kaki apa bedanya? Saya tetap terancam.” Ia nampak kesal.
“Saya bisa beladiri,” jawabku tenang.
“Kalau dia bawa pistol? Ya sudah, gak jadi, Mas. Terima kasih.” Ia tetap duduk, lalu memalingkan wajah.
Ekspresi sebalnya memang menggemaskan. Sekarang giliran aku yang penasaran.
“Oke oke, kita ke mobil.” Aku mengalah.
Kami berjalan berdua bak orang yang saling kenal. Masuk ke mobil, lalu melaju ke arah yang disebutkan.
Melewati jalanan sepi, perempuan itu minta aku berhenti. Jelas tidak ada kos-kosan di sini. Aku hanya mengurangi kecepatan.
“Stop, Mas!”
“Mana kosannya?” tanyaku.
“Sepertinya sudah aman, aku turun di sini aja,” katanya.
“Ini belum sampai kos-kosan. Gerombolanmu kehilangan jejak atau gimana?” akhirnya, aku bosan bersandiwara.
“Gerombolan?” perempuan itu mengernyit.
“Kamu mau menjebak saya, kan? Sekarang silakan turun, gak usah tunggu teman-temanmu datang!”
“Oo, Mas kira saya sindikat perampok? Itu! Itu yang dari tadi mengikuti saya,” ia menuding pada seorang pengendara motor yang muncul dari arah belakang.
Aku mengenal motor itu dengan baik.
Sepeda motor menepi, berhenti tepat di depan mobilku. Istriku turun dengan wajah penuh amarah.
“Mbak kalau mau marah, marah sama dia aja, ya! Aku sudah berkali-kali nolak dia. Mana mungkin aku tertarik sama suami orang!” perempuan itu bicara dengan lancar, penuh keberanian. Lalu sebuah sebuah moge tiba-tiba muncul dan membawanya pergi.
Aku melongo. Istriku ngomel-ngomel takjelas apa yang diucap. Muntab.
“Perempuan itu gila, ini buktinya!” kuangsurkan kamera dari kancing baju, yakin tak bersalah.
Refleks istriku bagus sekali. Ia lempar satu-satunya bukti valid yang kupunya, entah di mana benda itu mendarat.
“Ternyata kau tak kapok ya mengejar-ngejar istri orang! Apa masalahmu dengan si Teddy itu? Setiap dia punya istri, pasti kaupepet!”
“Teddy?”
Kulihat moge yang makin menjauh. Iya, itu Teddy. Bawahanku yang dulu istrinya kuselingkuhi.
Hak Cipta Milik Penulis
Fiksi mini berjudul Moge itu sudah dimuat di buku terbitan SIP, tapi mengapa kuposting lagi di sini? Karena hak cipta ada padaku.
Entahlah kalau ada ketentuan dari penerbit yang mungkin aku terlewat atau lupa—tapi sepertinya gak ada sih, bahwa karya yang masuk jadi milik panitia/penerbit. Kalau ketemu di awal, pasti kutolak. Sebab dengan dimuatnya fiksi mini tsb, aku gak mendapat keuntungan materil apa pun.
Aku gak pernah menjualnya, SIP juga gak pernah membeli. Kita hanya saling bantu aja. Mereka bantu terbitkan, aku bantu kasih mereka konten. Impas.
Kirim Fiksi Mini Milikmu!
Dari awal aku mengulang-ulang kalimat “fiksi mini 300 kata”. Maksudnya bukan fiksi mini itu harus terdiri dari 300 kata, ya. Lebih kurang. Ada yang mensyaratkan minimal 300 kata, ada pula menjadikannya jumlah maksimal. Tergantung penyelenggara.






No comments