Cari di iluvtari

Jangan Anggap Remeh, Mag Bisa Sesakit Ini!

“Sakit mag sih gampang, obatnya banyak!” 

Begitu dulu kata Nek Haji, orang tua yang rumahnya kutinggali selama mencari ilmu di Jakarta. Kalimat itu kupercaya bahkan sampai puluhan tahun. Mag itu remeh, penyakit receh, gampang sembuh … sampai kemudian, di November 2025.

sakit mag

Sebab yang Gak Jelas

Duha, 13 November 2025. Guru si adek menelepon, katanya bungsuku sakit di sekolah. Aku pun menjemputnya pulang. Tiba di rumah, ia istirahat. Aku keluar sebentar membelikan pesanannya: seporsi ketoprak.

Ketoprak dalam bungkusan berjam-jam menunggu “pasien” bangun. Lebih dari dua jam kemudian, baru ketoprak kami makan berdua. Setelah sakit, makanan ini dalam perkiraanku jadi “tersangka” pertama.

Tanggal 14 malam, aku dan si adek ke rumah sakit. Di jalan, pasien cilik ini minta dibelikan corndog. Menjelang sampai RS, ketemulah kami dengan corndog mini yang levelnya jelas jauh di bawah corndog biasanya.

Yah, daripada nggak ada samsek, jadi kubelikan saja. Kupikir, corndog—yang di sini bentuknya lebih mirip sempol—masih akan digoreng lagi. Sebab ia dijajar begitu saja, bukan di etalase atau ditutup apa pun.

Begitu aku pesan, langsung tiga buah corndog mini dimasukkan ke kertas oleh penjualnya. Agak geli sebenarnya, tapi bismillah ajalah, pikirku waktu itu. Ya, corndog ini jadi “tersangka” kedua.  

Tujuh Hari dalam Kegilaan

Paginya, aku bangun dalam keadaan luar biasa berat. Kepala, tenggorokan, dan seluruh persendian terasa sakit. Perut mual, tapi belum seberapa. Si adek sebenarnya sudah agak baikan. Ketika abinya kerja dan kakaknya sekolah, kami sesama pasien inilah yang saling menjaga.

Besoknya, kukira keadaan akan membaik. Sebab seperti yang sudah-sudah, kalau flu aku cukup minum Paratusin dan tubuh pelan-pelan akan sembuh. 

Alih-alih sembuh, si adek yang kemarin membaik justru demam lagi. Sampai kukatakan pada si kakak, “Rasanya kayak sekarat sendirian.” Karena rumah hanya berisi dua orang sakit yang sama-sama bahkan gak bisa menolong diri sendiri.

Besoknya si kakak meliburkan diri. Ia mengurus kami sementara abi kerja. Remaja 15 tahun dengan dua pasien di rumah. Ia ke sana kemari mengambil kebutuhan. Naik turun tangga mengurus ummi dan adiknya. Aku muntah, batuk, meriang, dll yang bisa dibilang super super gak enak.

Sempat kukira sakit ini adalah covid, sebab aku dan si adek sama-sama batuk dan bisa dibilang cepat sekali penularannya. Tapi ketika kemudian dirawat di RS, dokter tidak mendiagnosis itu.

Sampai saat aku mengetik ini, aku masih gampang ngantuk. Masih ada sisa-sisa pusing dan mual—tapi Alhamdulillah sudah jauh berkurang dari sebelumnya. Jika ditotal, ada tujuh hari aku dalam “kegilaan” yang menyiksa.

Gimana gak disebut gila. Perut mual luar biasa. Berjalan pusing, baring batuk-batuk. Sebentar kedinginan, sebentar kepanasan, gelisah, linglung. Yang seperti ini pernah kurasakan waktu SMA dulu, waktu aku malaria. Tapi malaria lebih gila lagi sih, sakit kepalanya seperti melayang dan gak bisa tidur. Na’udzubillahi min dzalik. Berdoalah supaya kamu jangan pernah merasakan malaria. Itu sesakit-sakitnya sakit! 

Berobat

Kalau demam biasa, umumnya hari ketiga sudah membaik. Aku juga sudah berobat ke klinik dan mendapat antibiotik, tapi nyaris gak ada perubahan. Karena gak tahan lagi, di hari kelima aku minta ke IGD. Sampai di RS, dokter jaga langsung eksekusi rawat inap. Para perawat mungkin melihat aku udah kayak orang sekarat. Muntah-muntah sampai dehidrasi.

Setiap jarum suntik mau menyentuh kulit, aku langsung minta ke Dia, “Ya Allah hapuslah dosa-dosaku.”

Di saat kayak gitu bener-bener gak ada keinginan dunia kecuali minta sehat. Kalau gak mikir anak masih kecil-kecil, mati juga gpp sih. Tapi inget lagi, sakit dunia aja segini pedihnya, apalagi azab kubur, siksa neraka. Na’udzubillahi min dzalik. 

Selama dirawat, setiap perawat tanya keluhanku, jawabannya konsisten: mual luar biasa. Kamis malam Jumat aku di-USG, tapi bukan oleh dokter kandungan melainkan dokter yang posisinya dekat dengan radiologi, rontgen atau apalah itu.

Gel terasa dingin banget di perut. Anehnya dokter yang USG lebih banyak memindai bagian kanan perut. Beberapa kali ke kiri, lalu balik lagi ke kanan, seperti mencari sesuatu. Cukup lama kemudian baru beliau memindai ke tengah dan ke bagian rahim. 

Ternyata … berdasarkan pengantar dari dokter penyakit dalam, ada kecurigaan gangguan perutku berasal dari empedu atau pankreas. Alhamdulillah keduanya aman. Selesai USG, dokter (entah spesialis apa) menyimpulkan penyakitku ada di pencernaan. Beliau menyarankan aku berhenti ngopi total.

Sampai detik ini pun aku belum ada ngopi barang sesendok—alih-alih segelas. Tapi apa aku bisa berhenti total? Allahua’lam. Lihat nantilah. Ini aku ngetik sambil ngantuk-ngantuk. Pengin ngopi tapi takut mati.

Rabu malam kamis aku mulai dirawat, Jumat malam Sabtu aku pulang ke rumah dalam kondisi yang belum fit betul. Artikel ini aku ketik berangsur-angsur di hari Selasa. Alhamdulillah sudah bisa antar-jemput si kakak sekolah, tapi ngantuk melulu.

minuman rimpang untuk mag

Jadi, Sakit Apa?

Di hari aku akan pulang, dokter bilang, “Ibu sakit mag!”
Makanya aku terkenang ucapan Nek Haji dulu itu—yang kuketik di awal. Andai beliau tau, sakit mag gak seremeh yang beliau kira.

Sebenarnya, kalau boleh menuduh, sepertinya aku keracunan salah satu, kedua, atau bukan keduanya, dari makanan yang kusebut di atas. Kopi—kataku sih, bukan penjahatnya. Dia ikut kena getahnya karena aku biasa minum 2-3 gelas sehari.

Aku juga sempat tanya-tanya ChatGPT tentang penyakitku. Berdasarkan kisah yang kujabarkan dari awal hingga akhir, dia menyimpulkan aku mengalami infeksi saluran pencernaan yang diperparah mag—yang sudah ada sebelumnya. Marah dokter kalau aku lebih percaya AI daripada mereka, wkwk.  

Terserahlah apa sakitnya, yang penting sekarang mulai pulih. Awalnya menyesal makan sembarangan, tapi nyesel gak nyesel gak mengubah keadaan. Jadikan pelajaran saja. Kalau bukan karena sakit, aku gak tau betapa besar nikmat sehat itu.

Terima kasih teman-teman yang sudah menjenguk, yang mendoakan, dan yang sudi mampir ke artikel ini. Semoga kalian gak perlu merasakan sakit yang sama atau yang lebih buruk lagi dari ini, aamiin.

No comments