Cari di iluvtari

IRT tapi Freelancer

Ketika meyakinkan diri untuk berhenti nguli di 2016, aku berencana mendedikasikan diri sebagai penulis. Setelah resmi menjadi pengangguran, aktivitas sehari-hariku adalah menulis, browsing, menulis, browsing.

Tak lupa mencoba aktif kembali di komunitas kepenulisan, tapi hasilnya zonk. Dunia berubah. Komunitas anak muda isinya benar-benar hanya anak muda (mahasiswa dan segelintir usia pascakampus), sedangkan aku adalah emak 30+ dengan dua bocah usia PAUD. Sementara, komunitas literasi umum isinya lebih mirip arisan kampung.

freelance irt

Menjadi Penulis Konten

Tahun 2016 kuhabiskan untuk “belajar” online. Autodidak mencari peluang cuan lewat menulis di belantara internet. Kenapa harus menulis? Karena di situlah minat dan bakatku. Berharap bisa bekerja sesuai passion, biar kayak orang-orang.

Lalu entah lewat jalur mana, tau-tau aku sudah jadi kreator UC News, sebuah aplikasi mobile untuk browsing dari HP. Kerjanya hanya menulis, jangan ganti-ganti topik, tiap hari dolar masuk. Tahun 2018-2019 adalah tahun banjir dolar. Menjelang 2020, UC bangkrut.

Ketika dolar UC terasa mulai seret, para kreator berburu peluang lain. Aku mencoba peruntungan membuat blog ini tengah tahun 2019, setelah dulunya bikin blog berbiji-biji tapi tak pernah diseriusi. Sambil ngeblog, aku juga nulis di Kompasiana, Kaskus, dll. Yang gak ada duitnya, skip.   

Belajar Edit Video

Awal 2020, sebelum pandemi “menyerang”, sesama penulis konten saling curhat: sepertinya artikel mulai ditinggalkan orang—ini nggak sepenuhnya bener. Orang-orang mulai beralih ke konten video, kita harus menyesuaikan! Aku pun autodidak lagi, berguru pada Google, YouTube, dan ikut beberapa kelas ngonten berbayar. 

Lalu lewat teman di UC dulu, aku berlabuh ke Snack Video. Di sini dolarnya gak sebanjir UC, tapi Alhamdulillah banyak ilmu editing video yang didapat. Lewat diskusi sesama kreator, kita jadi tau banyak mengenai berbagai tip edit video dan algoritma macam-macam platform.

Karena sudah lumayan kenyang nulis di blog dan berbagai platform lainnya, ditambah skill edit video yang gak hebat tapi lumayanlah, akhirnya aku nyemplung ke media sosial semisal TikTok, Instagram, FB reels, dan YouTube. 

Tapi petualangan belum selesai, masih butuh banyak cuan untuk ke Makkah!

Dari Editor Jadi Penerbit

Edit video memang asik, tapi ada yang tak kalah asik: edit naskah! Bagaimana pun aku adalah penulis. Penulis yang jengkel melihat orang salah meletakkan di-, mengetik kata “perduli”, atau memulai cerita dengan “pada suatu hari”.

Maka menyunting naskah adalah pekerjaan yang seru walau kadang melelahkan sampai tingkat muak. Alhamdulillah lumayan banyak penulis yang menggunakan jasaku untuk mengedit naskah mereka, yang kemudian membuatku terpikir untuk juga menerbitkan naskah beberapa penulis pemula.

Membuat penerbitan? Nggaklah, aku masih belum fasih membagi waktu antara kerjaan daring dan luring. Kerjaan rumah, proyek luar, produksi konten, …. Kadang saking pusingnya malah kutinggal main gim.

Jadi khusus untuk proyek yang ini, aku dan tim bekerja sama dengan sebuah penerbitan di Pulau Jawa. Sebelumnya aku mencari tau dulu bagaimana kiprah penerbitan tersebut. Setelah yakin, baru kami eksekusi proyek penerbitan beberapa judul buku itu.

Alur kerjanya, aku dkk mengedit naskah penulis. Karena para penulis di sini sangat sangat pemula, kami kadang tak hanya berperan sebagai editor, tapi juga ghost writer. Naskah kemudian dikirimkan ke penerbit untuk diajukan ISBN, lalu cetak.

Simpel kan? Ternyata nggak. Belakangan aku baru tau bahwa penerbit yang kami ajak kerja sama ternyata melempar pekerjaan lagi ke percetakan yang lokasinya berada di kota lain. Jadi lumayan panjang perjalanan naskah tersebut hingga sampai ke tangan penulisnya dalam bentuk buku utuh. 

Hebatnya, harga buku yang kami terbitkan tidak tergolong mahal bahkan jika dibandingkan buku yang memang “lahir” di Pulau Jawa, tempat paling dekat dengan sarana penerbitan. Umumnya harga barang tertentu di Sumatra lebih mahal karena faktor ongkos kirim.

Karena banyaknya pilihan ekspedisi, kita bisa menentukan berdasarkan kebutuhan. Apakah kejar cepat, pilih yang murah santai, dsb. Nah kalau kamu punya rencana membuat usaha yang sama, atau pekerjaan lain yang berhubungan dengan kirim mengirim barang, pastikan kamu mengetahui banyak informasi harga untuk perusahaan ekspedisi.

Freelancer

Dari 2017 hingga sekarang, tujuh tahunan bekerja dari rumah, akhirnya sekarang aku menyebut diri sebagai freelancer atau pekerja paruh waktu. Bukan lagi penulis, karena memang pekerjaannya bukan hanya menulis.

Si sulung pernah komplain karena aku menuliskan “IRT” di kolom Pekerjaan Ibu pada formulir sekolah yang kemudian tercantum di rapornya.

“Ummi ngedit buku orang, ngedit video jugo, nulis blog, ngisi pelatihan … minimal bikin content creator kek!” protesnya.

“Dak perlu, gek SPP Kakak naik pula,” balasku. Entah dia paham atau nggak.

No comments