Punya skill hebat tapi nggak punya ijazah, itulah yang terjadi pada James Murray, editor Oxford English Dictionary. Kalau bukan karena rekomendasi Freddie Furnivall, nama Murray tidak akan tercantum (walau belakangan) di kamus bahasa Inggris itu.
Zaman sekarang, kamu gak butuh ditemukan oleh orang semisal Freddie Furnivall untuk bisa berkarya walau tanpa ijazah. Ada Youtube, Tiktok, dan macam-macam aplikasi maupun media sosial yang bisa memfasilitasi minat dan bakatmu.
Snack Video
Ngaku deh, kamu termasuk yang mengolok-olok Bowo Alpenliebe waktu dia muncul di awal-awal dulu? Aku, jangankan Tiktok, Facebook pun nggak pakai, sampai kemudian memang benar-benar dibutuhkan.
Sejak zaman CPU masih berat banget, yang aku punya cuma Twitter. Sempat nyicip Friendster, Plurk, dll, tapi ala kadarnya saja. Ketika orang berbondong-bondong bikin akun FB, aku gak ikutan. Karena … aku gak suka bikin sesuatu semata karena tren. Kesannya latah.
Tapi sekarang, setelah tau bahwa internet adalah belantara cuan, aku mulai pasang antena tinggi-tinggi, mengendus di mana ada peluang untuk ikut mencari rezeki bersama kreator konten (content creator) lain.
Salah satu yang belum lama kutekuni adalah menjadi talent di aplikasi Snack Video. Infonya kudapat dari seorang teman sesama pensiunan UC News. No pic hoax, dia kirim foto saldonya. Berapa ratus dolar gitu, kurleb sama dengan penghasilan kami di UC dulu. Ngiler dong!
Kalau saat di UC setiap hari harus menulis artikel, di Snack para talent wajib mengunggah video sedikitnya 15 buah dalam satu bulan. Yup, bisa diselang-seling jadi dua hari sekali. Aku pilih kategori Film & TV, karena rasanya lebih mudah daripada harus nampang di depan kamera.
Syarat daftarnya gimana? Punya akun Instagram, atau Youtube, atau Tiktok, dengan jumlah follower minimal 10 ribu. Mudah, kan?
Media Sosial adalah Aset
Nggak, gak mudah untuk dapat follower sebanyak sepuluh ribu akun. Kecuali kamu seleb, atau setidaknya punya standar kegantengan/kecantikan seperti yang dimaui milenial dan Generasi Z; putih, tinggi, mancung, hedon. Dan aku nggak punya semua itu.
Jadi gimana bisa gabung Snack? Beli follower dong! Haha, pengakuan yang terkesan lugu. Kalau kamu berpikir begitu, kamu yang lugu. Coba kamu lihat Tiktok kenalanmu yang pengikutnya melimpah ruah, sementara kontennya b aja, orangnya juga bukan siapa-siapa. Apalagi jika di antara sekian postingannya banyak mengendors produk, positif dia beli follower Tiktok!
Keuntungan Beli Follower Medsos
Bukan semata nampak keren punya banyak pengikut, media sosial adalah aset! Selain untuk mendaftar ke berbagai platform, medsos seperti blog, channel Youtube, Instagram, Tiktok, dll, bisa kamu manfaatkan untuk berbagai keperluan terutama berkaitan dengan bisnis.
Kamu kira demi keren saja cukup untuk balik modal? Nggaklah. Ada hitung-hitungannya. Klien yang butuh jasa influencer untuk melakukan paid promo akan melihat beberapa faktor dari akun yang mengajukan diri, terutama jumlah follower. Coba pikir deh, kalau pemilik akun yang cuma orang biasa sehari-hari membagi video makan, foto-foto, musik jedag-jedug, siapa yang mau ngikutin? Paling keluarga, tetangga kepo, atau teman masa kecil yang butuh bahan nostalgia.
Jadi dengan membeli follower, kamu bisa mempersingkat waktu untuk membesarkan akun medsosmu. Meski tetap harus memperhatikan konten juga. Buat yang manfaatlah, Sis!
Selain paid promo dari pihak ketiga, pemilik akun medsos juga bisa mendapatkan penghasilan dari aplikasi itu sendiri. Kamu tentu sudah tau bahwa akun Youtube dengan persyaratan tertentu bisa ikut program monetisasi. Begitu pula Tiktok dll. Blog yang sedang kamu baca ini, juga punya penghasilan dari iklan yang muncul di sela-sela artikel. Kaya dong adminnya? Semoga.
Nah untuk Youtube dan Tiktok sendiri, salah satu syarat monetisasi adalah jumlah follower atau subscriber yang “layak”. Kalau masih sebiji dua biji, jalanmu masih panjang, Sobat! Panjaaang.
Risiko Membeli Follower Medsos
Hidup ini tak sempurna, semua ada risikonya. Termasuk perkara receh seperti membeli follower medsos. Kamu harus paham aturan yang ada di aplikasi akunmu. Youtube, misalnya, tidak aman jika tiba-tiba punya subscriber banyak tanpa video yang viral.
Jadi kamu harus pintar-pintar memilih tempat beli follower yang tepat. Cek testimoni atau review dari pembeli sebelumnya. Untuk lebih aman, beli saja sedikit dulu lalu lihat hasilnya.
Ramai pengikut tapi sedikit yang melihat postingan, apalagi like? Ini sering terjadi. Jangankan follower hasil beli, organik sekalipun jika mereka tidak aktif, ya begitu juga. Maka risiko lain dari membeli follower adalah rendahnya engagement rate. Ini biasanya jadi pertimbangan klien saat mencari akun untuk promosi produknya.
Solusi untuk masalah ini, kamu perlu gabung ke “grup saling support”. Di sana biasanya ada jadwal saling views, like, komen, dll, sesuai kebutuhan. Jadi seolah-olah postinganmu memang ramai didatangi orang, dan akunmu memang berkualitas. Haha. Begitulah dunia, sandiwara handar.
Tapi percaya deh, bahwa medsos memang benar-benar aset yang dibutuhkan siapa pun di era teknologi saat ini. Daripada kamu punya medsos sekadar syarat biar gak dianggap ketinggalan zaman, mending sekalian ikuti zaman. Cari pendapatan lewat medsos! Gak harus ninggalin kerjaan di dunia nyata kok, enjoy aja.
Untuk Meningkatkan Pengunjung Sendiri Bagaimana Kak agar Bisa Muncul Iklannya
ReplyDeleteemang kalo sepi iklan gak nampil ya? perasaan tetap muncul deh! klo mau rame ya main SEO. jgn nulis seenak udel, hehe
Delete